Dunia teknologi selama ini dihidupi oleh inovasi alias terobosan-terobosan, yang tak jarang bersifat spekulatif, untuk menghasilkan produk-produk teknologi yang semakin canggih, terjangkau, namun tetap penuh manfaat. Upaya-upaya itu apabila dikawinkan dengan semangat filantropis—berderma—seringkali berujung pada hal yang tak terduga.
Salah satu bentuk pengikatan teknologi dengan filantropi adalah gagasan pengadaan laptop—komputer jinjing–seharga $100 AS untuk mendukung pendidikan dasar di negara-negara berkembang. Ya, harga yang dipatok hanya 100 dollar Amerika Serikat atau kurang dari Rp 1 juta! Padahal saat ini rata-rata harga terendah untuk laptop berkisar Rp 5 – 6 juta. Murah sekali bukan, tetapi apakah mungkin terealisasi?
Dipuji Sekjen PBB
Gagasan laptop 100 dolar yang dirintis hampir dua tahun lalu oleh lembaga nirlaba OLPC (One Laptop per Child alias Satu Laptop untuk Setiap Anak) dikomandani oleh Nicholas Negroponte, pimpinan laboratorium di Massachuset Institue of Technology (MIT), Amerika Serikat. Menurut Negroponte, tujuan OLPC adalah mengembangkan piranti pendukung pendidikan dengan teknologi canggih namun tetap murah dan mudah sumber energinya, dengan melibatkan pemerintah dan dunia usaha sebagai penyandang dana.
Pada bulan Januari 2005, Negroponte memaparkan gagasan OLPC untuk pertama kalinya pada ajang Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Idenya mendapat sambutan hangat dari sejumlah delegasi negara peserta. Tak hanya itu, sejumlah perusahaan pun menyusul urun biaya dan teknologi, antara lain Google, News Corps., Nortel, AMD, Red Hat, Canonical Ltd, dan Brightstar yang masing-masing menggelontorkan dana sebesar $ 2 juta AS untuk membiayai pengembangan desain awal. Sementara itu Quanta Computer Inc., pabrikan perangkat keras komputer dari Taiwan, memenangkan lelang untuk memproduksi komputer jinjing termurah di dunia itu.
Prototipe laptop seratus dollar ini juga dipamerkan pada acara Pertemuan Puncak Masyarakat Informasi (WSIS) di Tunisia, bulan November 2005 silam dan sempat mengundang mengundang kekaguman dari Sekretaris Jendral Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Kofi Annan. “Sangat mengesankan. Kemampuannya tidak kalah dengan laptop yang jauh lebih mahal. (Laptop) Ini akan menjanjikan kemajuan besar dalam pembangunan sosial dan ekonomi,” komentar Annan.
Diremehkan Bill Gates
Laptop 100 dollar ini akan dilengkapi dengan prosesor 500 MHz keluaran AMD, memori sebesar 128 MB, layar display selebar 7 inch, perangkat penyimpan data dengan teknologi flash berkapasitas 500 MB, piranti WiFi untuk akses internet, serta batere yang bisa diisi ulang dengan tenaga listrik maupun engkol tangan. Piranti lunak yang dipergunakan antara lain sistem operasi berbasis Linux dan aplikasi-aplikasi sumber bebas (open source) yang dikembangkan oleh Red Hat.
Dengan spesifikasi di atas, terutama dengan adanya piranti hand crank atau engkol tangan, laptop keluaran OLPC diharapkan dapat dioperasikan bahkan di lokasi-lokasi terpencil tanpa dukungan listrik sekalipun. Dengan teknologi jaringan “mesh network” dimungkinkan ratusan laptop dapat terkoneksi dengan internet melalui satu titik akses internet (access point) saja.
Meski cukup canggih, spesifikasi ini sempat mendapat kritikan dari Bill Gates, pendiri Microsoft yang antara lain memproduksi sistem operasi Windows. Menurutnya laptop OLPC tidak akan banyak disukai karena layarnya yang terlalu kecil, tidak dilengkapi hardisk dan engkol yang merepotkan. “Bagaimana mau mengetik kalau setiap saat kita harus memutar engkol agar laptop menyala?” ujarnya. Kritikan ini dijawab OLPC dengan menambahkan catu daya bertenaga engkol yang terpisah dari badan laptop.
5 Hingga 15 Juta
OLPC mematok target 5 hingga 15 juta laptop produksi mereka akan tersalurkan di seluruh dunia hingga pada paruh akhir 2006. Saat ini tujuh negara telah dipilih menjadi tempat uji coba, yaitu Brasil, Thailand, India , China, Argentina, Mesir, dan Nigeria yang masing-masing akan memesan 1 juta unit laptop. Biaya pembelian sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemerintah bersangkutan, dan laptop akan dibagikan gratis untuk siswa-siswa dan guru sekolah dasar dan menengah. Diharapkan pesanan tahap awal ini akan terpenuhi pada bulan September 2006 mendatang.
“Saat ini sebagian besar pemerintah telah menyadari kekayaan alam paling berharga bagi setiap negara adalah anak-anak. Karena itu saya yakin kebutuhan akan laptop 100 dollar ini tiada batas,” kata Negroponte. Ia menambahkan bahwa semakin banyak laptop yang dipesan, maka harganya akan semakin rendah.
Negroponte pantas merasa optimis, terlebih setelah ditandatanganinya nota kerjasama antara OLPC dengan UNDP (United Nation Development Programme–badan di bawah PBB yang mengurusi masalah pembangunan yang bergerak di 166 negara), di tengah pertemuan Forum Ekonomi Dunia, 28 Januari 2006 di Davos. UNDP tertarik menggandeng OLPC untuk mendukung upaya pembangunan berkelanjutan, salah satunya program mengikis kesenjangan digital antara negara-negara maju dan negara berkembang.
“Meskipun akses terhadap ilmu pengetahuan semakin murah, tapi tidak banyak penduduk negara berkembang terutama kalangan anak-anak yang memiliki akses pada teknologi baru. Padahal sumberdaya pendidikan dan pengetahuan semacam ini akan memperluas kesempatan dan membantu mereka untuk lepas dari kemiskinan,” ujar Kemal Dervis, wakil UNDP yang menandatangani kerjasama itu.
Menurut Dervis, pada tahun-tahun mendatang UNDP akan aktif menyokong negara-negara miskin dan terbelakang untuk menyalurkan laptop buatan OLPC secara gratis untuk anak-anak sekolah di masing-masing negara dengan dukungan dana dari berbagai sumber. Nah, kapan ya program ini masuk Indonesia?
Sumber: http://laptop.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar